Sebuah dialog antara dua perempuan yang sedang berbicara layaknya seorang perempuan bicara. Tanpa pikiran-pikiran lain yang membuat penat, hanya ada mereka dan imajinasi mereka saja.
H: Air danau tenang. Padahal ada rintik hujan. Menurutmu gimana?
L: …
H: Kok lama??
L: yang pasti dengan melihatnya aku jadi ikut tenang.
H: aku juga. Lihat deh, orang-orang main bola, nggak peduli hujan. Kita juga harus begitu, tetap βberjibakuβ walaupun sering nangis ya? π
L: hujan akan berhenti kan? Sama seperti kemarin yang kita rasakan panas yang sangat terik tiba-tiba hujan lebat begitu saja. Menurutmu? (air hujan malah netes di pipi deh)
H: Pasti. Karena rasa tidak ada yang tahu kapan datangnya. Bukankah Langit itu susah ditebak? Tapi yang pasti, walaupun langit tidak memerah lagi senja ini, malam pasti akan datang kok. Juga esok pagi.
L: semoga tentunya membawa kebaikan untuk kita semua ya. Kamu punya harapan?
H: Langit sudah mulai gelap. Cahaya bulat mulai berpendar di sekeliling kita. Seperti malam yang dijemput cahaya, harapanku adalah cahayaku. Aku berharap apa ya? Hmm.. aku ingin sampai di danau dengan teratai yang indah. Kamu?
L: kamu pernah bilang ke aku tentang arti dari βdanau dengan teratai yang indahβ, mungkin sama itu harapanku juga. Parameter indah sementara cukup hatiku yang tau ya π
……
(suatu saat kita akan menangis membaca tulisan ini)
…………
H: tentu saja. Nanti, kalau harapan itu sudah tercapai, ceritain ke aku ya indah seperti apa yang kamu maksud. π
L: pastinya! Kamu juga ya. Eh eh, terima kasih lho tapi. Sudah mengajakku di setiap senja ke tempat ini. Eh aku merasakan angin segar. Kamu?
H: Angin itu selalu menyegarkan. Kamu tahu nggak kalau angin itu setia? Dia lebih setia dari bulan. π
L: maksudnya?
H: Ada yang pernah bilang sama aku, kalau angin itu setia. Kalau sudah dibilang berhembus dari utara ke selatan, ia akan selalu seperti itu. Sementara bulan terkadang berubah fase. Tapi, berubahnya fase bulan menurutku juga simbol kesetiaan. Jadi, kamu jangan pernah takut, jika sekarang bulanmu menyabit, nanti ada saatnya purnama datang kok. π
L: kamu kok jahat, bikin aku makin nangis π₯
H: Aku juga mau nangis sebenernya, tapi ga mau ah. :p Masa udah hujan, pipimu hujan, pipiku juga? Nggak lucu π Eh, makasih yaa, aku udah dibolehin minjem telingamu π
L: iya sama-sama, kamu juga ya. Maaf untuk saat ini aku tak bisa berkata banyak, kamu tau kan warna hatiku saat ini. You know me so well lah π
H: Kalau minta maaf terus aku pulang aaaaaaah π
L: jangan, senja belum menampakkan keindahannya. Dia datang ngga ya hari ini?
H: hmm.. sepertinya langit merah yang kita tunggu senja ini nggak akan datang. Kan ada hujan. Tapi itu tetap saja menenteramkan selama kita menerimanya begitu bukan? Kamu jangan sedih yaa.. Aku juga jangan sedih. π
L: iya jangan sedih. Kita harus saling mengingatkan, berjalanlah di atas pelangi. Pelangi itu indah loh.
H: Eh, gimana caranya jalan-jalan di atas pelangi???
L: naik rollercoaster. Pastinya bukan naik sampan :p
H: Hahahahaa, ntar kalau aku nikah kamu harus dateng ke Pati naik sampan!! Abis ngejekin mulu sih. Atau ntar suasana pernikahanku aku konsep dengan tema sampan ya? #eh *kok jadi ngomongin ini sih?? #skip
L: dasar. Eh si Merah sepertinya sempat menyapa kita tuh. Kita harus kasih senyuman, kayaknya dia malu-malu deh hari ini sama kita
H: Iya ya, dia ternyata datang. Langit tetap memerah senja ini. Padahal kita bahkan sudah nggak berharap. Hidup juga sering seperti itu. Allah Maha Pemberi Surprise sih π
L: karena senja sudah memerah, ayo kita beri senyuman kepada langit. Udah deh. Pulang yuk π
H: Surprise apalagi ya di senja esok hari? π Yuk.. Selamat datang malam.. Sampai jumpa matahari π
Langit merah
26 Maret 2012
17.57
H & L
HeadLine
Tulisannya bagus, pesannya dapet. Aku perlu banyak belajar nih dari senior. Salam kenal kaka π
salam kenal juga dek, makasih ya udah berkunjung π
eh dr pati kan ya? semangat menulis!
Tulisannya bagus, saya suka π
Saya tunggu untuk yg postingannya lagi π