Uncategorized

“Kamu itu Biru! Walaupun tanpaku”

image

“Kalau awan di utara masih cerah, berarak di antara birunya langit, itu tandanya kamu masih kuat. Kamu masih biru sebiru langit itu. Kalau awan di utara menghitam, bahkan gerimis, itu berarti kamu diminta langit untuk bersabar, sampai biru datang lagi. Kamu boleh menangis seperti rintik hujan itu. Tapi kamu tidak boleh berhenti. Karena biru pasti akan datang lagi, sebiru kamu.” katamu padaku, tanpa sedikit pun tersenyum. Apalagi tersenyum, menoleh kepadaku pun tidak.

Kamu malah melihat kerikil di depanmu.
Aku duduk saja, melihat punggungmu. Punggungmu yang dibalut kemeja putih itu yang dari tadi berbicara padaku. Ya, kamu marah. Kamu marah karena aku rapuh lagi. Kamu marah karena aku menangis dan ingin menyerah. Kamu selalu marah kalau aku tidak ‘biru’.
Aku mengusap lagi tetesan air yang mengalir dari lacrimalku.
“Kamu tidak akan pernah menjadi biru kalau menyerah. Kamu harus mencoba, terus mencoba. Semakin banyak beban yang kamu dapat, semakin kuat kamu nanti.” katamu lagi, dengan nada yang cukup tinggi.
“Aku lelah. Aku butuh dikuatkan.” kataku pelan.
“Allah selalu menguatkanmu kan?” katamu tak kalah pelan, kali ini menoleh padaku.
“Terkadang, aku ingin kamu mendengar. Aku rindu kamu memarahiku seperti ini. Aku rindu kamu dengarkan walaupun aku diam. Aku merasa kamu mengerti dengan itu. Aku hanya ingin didengar, sebentar saja.” aku menangis. Entah kenapa, kata-kata yang selalu kupendam itu akhirnya keluar juga. Aku selalu ragu mengatakannya padamu. Tapi lihatlah, hari ini kamu benar-benar marah karena aku jatuh.
Kamu diam. Entah apa yang kamu pikirkan. Aku tahu kamu juga sering rapuh. Bebanmu jauh lebih berat dariku. Tanggung jawabmu lebih banyak. Aku tahu kamu juga sering lelah. Tapi kamu sekalipun tak pernah mencoba untuk menyerah.
“Allah akan menguatkan. Aku tidak akan selalu ada. Tapi DIA selalu ada. Aku tidak selalu mengerti, aku masih punya ego. Tapi DIA selalu mengerti.” katamu lagi. Aku mengusap air mataku, tersenyum ke hadapanmu yang kini sudah melihatku.
“Bukankah kamu yang selalu mengatakan itu? Bahwa Allah itu sangat mengerti hamba-Nya, mana mungkin ia memberi ujian di luar kemampuan hamba?” kamu melanjutkan lagi kalimatmu. Kali ini dengan nada yang tidak setinggi tadi, kamu juga sedikit tersenyum.
“Maaf ya.” kataku.
“Minta maaflah pada dirimu sendiri atau pada waktu yang kamu gunakan untuk mengeluh. Ingat, kamu boleh menangis, jika itu membuatmu tenang. Kamu juga boleh menangis, tapi kamu tidak boleh berhenti. Akan lebih banyak cerita manis di depan nanti.”
Aku tersenyum lagi.
“Kamu tahu, kamu itu selalu biru, walaupun tanpa aku.”
Kamu kemudian pergi. Tersenyum lagi. Aku menangis lagi. Kamu bilang aku boleh menangis asal aku tenang kan? Tenang, aku akan tenang dan aku akan terus berjalan. Kupastikan bahwa Allah menguatkanku. Hm, mengerti saja, saat-saat berat seperti ini, tiba-tiba saja, aku benar-benar rindu kamu marah. Aku rindu kamu marah karena kerapuhanku. Marahmu itu sering membuat kerapuhanku menyatu dan tegar kembali. Tenang saja, aku yakin aku bisa. Aku akan tetap membiru, seperti yang kamu katakan. Selamat berjuang pula, kamu. Allah pasti akan mengerti dan menguatkan. 🙂

Pojok Biru 2,
4 Mei 2012
07.02 WHH

Advertisement

1 thought on ““Kamu itu Biru! Walaupun tanpaku””

  1. April di tahun 2014
    langit menghitam, hujan rintik dan petir. Menyatu..
    Aku lemah, seperti langit tadi siang. Kamulah langit biruku, yang menguatkanku. Aku syg kamu kg

bagaimana menurutmu? :)

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s