Dari rumah cantik Annisa, aku berpindah ke aula barat ITB. Masih di hari yang sama, 17 Juli 2012. Siapa yang menyangka? Baru seminggu yang lalu, aku menemukan web Bunda helvy dan jatuh cinta seketika dengan karya-karyanya. Aku memang mengetahui beliau sudah sejak lama, tapi baru lima hari yang lalu aku membaca cerpen-cerpen beliau, selain “Ketika Mas Gagah Pergi” tentunya. Dan hari ini, Allah memberiku kesempatan untuk duduk di kursi paling depan, mendengarkan beliau bercerita tentang karya-karya beliau.

Talkshow bedah buku bertajuk “Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali dan Upaya Pembentukan Karakter Pemuda melalui Sastra” ini dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dan dibuka dengan video testimoni tentang buku “Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali”.
Dalam bedah buku ini, Bunda Helvy menjelaskan alasan-alasan beliau menulis. Mulai dari untuk biaya sekolah, hingga perkataan-perkataan para ulama yang membuat beliau terinspirasi, di antaranya kalimat dari Hasan Al Banna bahwa seorang muslim harus sama baiknya, antara membaca dan menulis. Sebagaimana juga perkataan Ali bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.”
Selanjutnya, Bunda mulai masuk dalam pembahasan Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP). Ternyata, KMGP ini awalnya merupakan tugas kuliah Penulisan Populer di FS UI tahun 1992, yang diampu oleh Bapak Ismail Maharimin. Selanjutnya, KMGP diterbitkan pertama kali pada tahun 1993 di majalah Annida. Yang menarik, KMGP ini ternyata terinspirasi dari kisah nyata lho, dan hanya ditulis selama satu jam usai solat malam. Kata Bunda, beliau menulis cerita ini sambil menangis. Tak heran deh, jika kemudian oplah Annida mencapai puluhan ribu ketika cerita ini dimuat. Bahkan sampai sepuluh tahun sejak pemuatan cerpen ini, Bunda Helvy menerima puluhan hingga ratusan surat per hari terkait tanggapan cerpen Mas Gagah.
KMGP pertama kali diterbitkan tahun 1997 oleh Pustaka Annida dan langsung terjual 10.000 eksemplar sebelum naik cetak. Subhanallah. Yang luar biasa lagi, dampak cerita ini pun begitu besar. Cerpen ke-100 bunda Helvy ini, bagi pembaca dianggap membawa perubahan baik, bahkan bagi wanita, banyak yang kemudian berjilbab setelah membaca cerita ini. Sekali lagi, Subhanallah.
Setelah sukses KMGP, tahun 2011 lalu, Bunda Helvy menerbitkan KMGP versi baru, yang berjudul “Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali” yang juga menjadi best seller nasional. Dalam buku ini, Mas Gagahnya ada dua, dan ceritanya pun lebih panjang (dari 15 halaman, menjadi 64 halaman) serta disertai dengan 14 cerpen yang tak kalah menyentuh. Tertarik? Baca aja deh, Teman. Hehe.. Untuk yang masih ragu berjilbab, aku sarankan baca buku ini.

Pada sesi tanya jawab, aku sempat bertanya tentang proses kreatif Bunda Helvy dalam menulis. Menurut beliau, dalam menulis yang penting itu harus menulis pakai hati dan wawasan. Jangan tulis yang tidak kita ketahui. Atau, jika kita tidak tahu tentang suatu hal yang akan kita tulis, sebaiknya lakukan riset. Menutup diskusi siang itu, beliau menambahkan bahwa kunci sukses dalam menulis ada 3, menulis, menulis, dan menulis.
Beliau juga berpesan, sebagai umat Islam, sudah seharusnya kita pandai menulis, karena menulis itu berjuang. Ya, menulis itu berjuang! 🙂
Bandung,
Ditulis ulang pada 19 Juli 2012
16.06 WIB
Sebuah kenangan dari Aula Barat ITB
pinjem bukunya dong kakak :’)
boyeeeh, nanti pas ke rumahku yaa 🙂