“Sebenar-benar nikmat adalah nikmat iman dan Islam..”
Sabtu, 4 Mei 2013, menjadi hari yang berbeda untuknya. Rambutnya yang biasanya terurai, hari itu tertutup dengan rapi oleh jilbab merah. Sahabat-sahabat Kemuslimahan yang lain langsung menghambur memeluknya. Kejutan pertama di acara Smart and Beauty Class, sebuah program kerja dari Divisi Kreasi dan Olahraga Departemen Kemuslimahan, Divisi yang dipimpinnya. Masih ada kejutan lain yang akhirnya membuat seluruh pasang air mata para muslimah tak tertahan untuk keluar dari lakrimalnya. Cerita yang semoga membuat kita semakin bersyukur atas iman dan Islam yang kita punya. Cerita itu semakin lengkap disertai dengan kisah motivasi dan keceriaan para muslimah yang hadir. Untuk sahabat yang berhalangan hadir, semoga cerita berikut ini bisa mengabadikan kisah inspiratif itu.

***
“Himsa, boleh keluar sebentar?” panggilnya usai rapat rutin Kemuslimahan Selasa lalu.
Aku keluar mengikutinya.
“Untuk SBC nanti, aku boleh cerita kisahku yang itu?”
Sejujurnya aku terkejut. Kisah yang mungkin hanya diketahui oleh segelintir orang, yang sebelumnya selalu dia minta padaku untuk benar-benar menjaganya, akan diceritakannya kepada banyak orang.
Aku tersenyum, “Kalau kamu siap tak apa. Menceritakan masa lalu itu memang tak pernah mudah. Tapi insyaAllah kisahmu menginspirasi banyak orang.”
Dia mengangguk sambil tersenyum.
Kurang lebih begitu sekilas pembicaraan kami minggu lalu. Tidak persis, tapi insyaAllah tidak mengubah maksud. Pembicaraan itu menjadi pengantar yang bagiku sendiri, meskipun tidak mengalaminya secara langsung kisahnya, turut merasa lega atas keberanian yang dimilikinya. Kepala Divisi yang satu ini, diam-diam memang menginspirasiku. Membuatku tak sabar menunggu hari Sabtu tiba.
Sabtu itu akhirnya datang juga. Ia memenuhi permintaanku dan permintaan anggota Kemuslimahan yang lain supaya ia mengenakan jilbab, walaupun hari itu saja. Ia datang dengan jilbab merahnya. Siap untuk menjadi pengisi acara motivasi bersama Haning (Kadiv. Keilmuan) di sesi I Smart and Beauty Class.
Sekitar pukul 09.00 WIB, acara yang kupandu itu dimulai. Setelah pembukaan dan doa, lantunan ayat 10 Surat Al-Mumtahanah mengawali kebersamaan kami hari itu.
“Wahai orang-orang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka…”
Ayat yang sangat sesuai untuk menjadi pengantar sesi motivasi bertema Muslimah, “Glowing Inside, Shining Outside”. Tak lama berselang, segera kupanggil dua Kadiv inspiratif Departemen Kemuslimahan untuk menjadi pengisi sesi motivasi.
Mereka bercerita bahwa seorang Muslimah sudah selayaknya mensyukuri nikmat yang telah dimiliki. Bahwa muslimah sejatinya memang cantik, tanpa poles sana-sini, apalagi sampai melakukan operasi plastik. Dua pembicara ini juga bercerita bahwa cantik tak perlu mengikuti versi mainstream: putih, hidung mancung, mata belo, tinggi semampai, langsing, dan sebagainya. Paparan tentang kisah wanita-wanita Korea yang melakukan operasi plastik dan fakta-fakta yang terkuak pun menjadi pengingat betapa banyak wanita di dunia ini yang tidak percaya diri dengan pemberian Tuhan. Fenomena tersebut sebenarnya sudah dipaparkan dalam Al-Qur’an, “…(setan berbisik) dan akan kusuruh mereka mengubah ciptaan Allah dan mereka benar-benar mengubahnya.” (QS. Annisa: 119).
Semoga kita tidak termasuk bagian yang tidak bersyukur itu. Ya, karena cantik itu percaya diri, percaya bahwa Allah menciptakan perempuan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Cantik itu, jadilah Muslimah yang Glowing Inside, Shining Outside. Dengan bersyukur, khusnudzon, dan percaya diri akan menjadikan seorang Muslimah menjadi glowing inside, penuh cahaya di dalam diri. Maka, jika dalam diri kita sudah bersinar, dengan berbagi dan menginspirasi, kita akan memancarkan cahaya itu keluar, cantik luar dalam. Bukan begitu?
Sesi motivasi kemudian dilanjutkan dengan pemutaran video seorang pemuda tanpa tangan dan kaki namun memiliki prestasi yang luar biasa. Setelah video itu selesai, perempuan berjilbab merah itu lalu berkata.
“Bersyukurlah teman-teman yang terlahir Islam..” ia lalu menangis.
“Saya selalu iri dengan kalian yang terlahir Islam, yang mempunyai keluarga utuh dengan agama Islam, yang setiap Ramadhan bisa berkumpul bersama untuk berpuasa, yang setiap lebaran bisa sungkem kepada kedua orang tua, yang bebas menggunakan jilbab tanpa menyakiti siapapun.”
Beberapa muslimah yang hadir mulai tercengang, apalagi para anggota Kemuslimahan dan panitia acara.
“Bersyukurlah teman-teman. Saya seorang muallaf dan kedua orang tua saya memiliki dua keyakinan yang berbeda. Untuk menjadi seorang muslimah saja, saya harus berselisih dulu dengan Papa. Saya sangat menyayangi Papa saya, tidak ingin menyakitinya, tapi saya juga mencintai agama yang saya pilih. Tiap Ramadhan, saya memilih untuk tidak pulang ke rumah, saya khawatir menyakiti Papa. Saya pengen seperti kalian, pengen sekali bisa kumpul bareng keluarga, tapi saya tidak bisa. Bersyukurlah kalian yang terlahir Islam.”
Setiap dia mengatakan seperti itu, aku selalu bertanya dalam hati, “Bagaimana kalau aku tidak terlahir Islam? Akankah aku akan memilih Islam di kemudian hari?” atau “Sekarang aku sudah Islam, pengorbanan seperti apa yang pernah kulakukan sebagai wujud cintaku pada agamaku ini?”
“Bersyukurlah kalian yang bisa mengenakan jilbab kalian dengan bebas. Jangan lepas-pakai. Saya pengen sekali mengenakan jilbab, sudah lama, tapi saya belum bisa, saya masih terlalu sayang sama Papa. Saya belum siap menyakitinya lagi lebih dari ini. Saya tidak mau pakai jilbab lalu lepas-pakai. Di sini memakai jilbab, tapi tiap pulang melepasnya. Saya tidak mau. Saya ingin istiqamah jika saya sudah memakainya. Untuk memakai hari ini saja, saya takut. Saya takut melepasnya lagi setelah ini. Sejujurnya saya malu, saya minder menjadi bagian dari pengurus Gamus, dengan kondisi saya yang masih seperti ini. Saya satu-satunya yang belum berjilbab. Saya minder. Tapi saya percaya semua ini proses dan seperti motto hidup saya tadi, insyaAllah akan indah pada waktunya,” lanjutnya.
Dia menangis lagi. Semua peserta juga menangis. Pikiranku sendiri lari pada ingatan Juli 2012 lalu saat memintanya menjadi Kepala Divisi di Kemuslimahan. Ketika itu dia terkejut, berkali-kali meneleponku menanyakan, “Himsa, kamu nggak salah pilih orang kan?”. Aku mantap memilihnya. Belum berjilbab bukan berarti ia tidak berkomitmen kan? Ia seorang yang berkomitmen tinggi dan mau belajar. Untuk itulah aku memintanya menjadi Kepala Divisi. Entah kenapa, aku percaya, masalah jilbab hanya soal waktu dan doa. Apalagi, sejak awal aku mengenalnya, ia adalah orang yang mau terus belajar. Beberapa hari setelah pemilihan Kepala Divisi, Ramadhan tahun lalu, melalui sebuah pesan facebook, ia akhirnya menceritakan semua kisahnya itu. Menangis. Tidak menyangka. Malu pada diri sendiri. Itu yang kurasakan saat itu. Jika ia begitu kuat mencintai Islam, bagaimana denganku?
Mungkin itu pula yang dirasakan oleh muslimah yang hadir Sabtu itu. Mereka menangis. Juga tidak menyangka. Hampir satu tahun bekerja bersama, ia selalu tampak ceria, apalagi di hadapan staf-stafnya. Sama sekali tak terlihat bahwa ia menyimpan beban hidupnya begitu dalam. Di antara tangis yang masih terdengar isaknya, Lely lalu berdiri, memimpin doa untuk sahabat kami itu.
“Ya Allah, mampukanlah sahabat kami dengan kemampuan-Mu. Kuatkanlah hatinya dengan kekuatan-Mu. Luaskanlah hati orang tuanya dengan petunjuk-Mu..”
Tidak sama persis. Doa di atas hanya sepenggal doa dari kami yang intinya memohon kekuatan untuk sahabat kami. Semoga waktu yang indah itu segera tiba, saat hidayah menjadi cahaya yang membahagiakan siapapun.
Sesi I pun ditutup dengan pemberian kenang-kenangan untuk pengisi acara dari Ketua Pelaksana, Meilani. Acara dilanjutkan ke sesi II, tutorial hijab syar’I yang dipandu oleh Lely. Keharuan berubah menjadi keceriaan. Kalau kata Fatimah, “setiap orang punya cara sendiri untuk mensyukuri karunia-Nya, ada yang dengan cara cuek, ada juga dengan cara menjaga penampilan, yang penting niatnya. Dandan untuk beryukur kepada Allah dan merawat diri.”
Acara pun semakin seru dengan disertai tantangan make over yang ditawarkan oleh Fatimah. Peserta antusias. Para muslimah ini ternyata cukup kreatif. Sampai tidak terasa waktu pun selesai. Sesi II ditutup. Sebelum acara juga ditutup, pemenang photo genic dan dresscode serta makeover terbaik menerima hadiah dari panitia (dan persembahan dari Fatimah). Acara ditutup sekitar pukul 12.15 WIB dengan Doa Rabithah dan puji syukur Alhamdulillah. Luar biasa. Acara yang berlangsung di Dasar G Gedung A ini meninggalkan jejak inspirasi, semoga menguatkan iman kami.
***
Tadi sore, saat pulang dari Sekre, aku melihat perempuan yang Sabtu kemarin mengenakan jilbab merah, duduk di motor menunggu seorang teman di depan Galeri ATM. Subhanallah, dia masih berjilbab. Allah tak pernah kurang jalan, Kawan. InsyaAllah engkau muslimah yang kuat, perjalananmu untuk bisa menjadi seorang muslimah telah membuktikannya. Pasti ada jalan. Pasti. Janji Allah itu pasti. Pertolongan Allah itu teramat dekat. Allah yang akan melembutkan hati setiap hamba-Nya.
Terima kasih untuk semua Kadiv. sampai Staf Kemuslimahan yang selalu bekerja keras untuk kelancaran setiap program kerja Kemuslimahan. Terima kasih untuk Meilani, Ketua Panitia Smart and Beauty Class juga Staf. Kreo Kemuslimahan yang merangkap Menteri Pengabdian Masyarakat BEM KM IM Telkom, yang bisa mengatur prioritasnya dengan baik. Juga untuk semua Adik-adik yang memberi banyak pelajaran untuk kakaknya ini. Terima kasih. Semoga semua yang kita lakukan di Kemuslimahan ini adalah wujud cinta kita pada agama ini, untuk meraih ridlo-Nya. Hanya Allah yang membalas.
Kita belajar dari apapun dan kapanpun, kalau kita mau mengambil pelajaran.
Salam cinta untuk Semua Muslimah.
Semoga istiqamah.
Ahimsa,
Kemuslimahan GAMUS IM Telkom.
Pojok Biru 2
5 Mei 2013
23.42
subhanallah, terenyuh membacanya. T_T