Cerita dan Celoteh

Catatan Siang Seorang Pejuang Passion

Ketika kita sudah memutuskan untuk tidak mengambil jalan yang diambil oleh orang lain pada umumnya, artinya kita pun harus siap menanggung diri untuk meningkatkan kapabilitas kita dalam melewati jalan yang kita pilih sendiri. Jangan pernah lelah, mungkin mereka sudah menikmati jalan mereka. Dan kita, masih mencari kendaraan yang tepat agar tetap berada di jalan kita. Jangan merasa kecil, apalagi menyerah. Setidaknya kita hanya perlu terus berjalan. Walaupun tersandung. Walaupun mungkin harus berbelok dulu. Walaupun mungkin lebih terjal dari jalan lainnya. Jangan pernah menyerah. Para pejuang passion akan tetap bahagia di jalan ini untuk meraih kebahagiaan hakiki. Selagi kita terus berjalan, dan tidak keluar dari jalan yang telah kita pilih, insyaAllah petunjuk akan terus terbuka. Ya, selama kita pun percaya Dia.

image

Hmm.. Pejuang passion? Entah benar atau tidak saya pantas menyebut diri sebagai pejuang, sementara hati saya sering kali masih diliputi perasaan khawatir dan dipenuhi pertanyaan ‘apa benar saya bisa hidup dari passion saya?’. Tapi berawal dari pertanyaan itulah, hari ini saya ingin kembali menulis sebuah catatan tentang perjuangan saya (yang jelas belum selesai) dalam memilih jalan ini. Jalan passion.
Lebih tepatnya sejak kelas V SD, saya memutuskan untuk memilih ‘menulis’ di kolom hobi saya dan menjadikan ‘penulis’ sebagai cita-cita saya. Sejak SMP, saya konsisten di jalan menulis. Saya aktif di majalah sekolah dan buletin ‘Info 3’. Di sana, saya bersama teman-teman dibimbing oleh Pak Har dan Pak Datun. Jalan ini pun saya lanjutkan di SMA dengan alhamdulillah diberi kesempatan sebagai pemimpin redaksi Majalah Sekolah. Sampai kuliah pun begitu, saya aktif di jurnalistik. Selama kuliah, hobi ini semakin menjadi-jadi sejak saya memiliki blog ini. Daaan akhirnya, saya sadar menulis bukan hanya sekadar hobi. Menulis adalah bagian hidup saya. Menulis adalah cara untuk terapi hati, untuk menyelesaikan skripsi, untuk berbagi, dan semoga pun bisa menjadi jalan hidup.
Ternyata oh ternyata, sebagaimana setiap pejuang yang diuji dalam memperjuangkan apa yang diperjuangkannya, saya pun diuji pula dengan berbagai kekhawatiran.
Saya mantap untuk memilih jalan ini, setelah dengan segala tekad, saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan saya di Jakarta bulan Juli lalu. Sebuah keputusan yang sangat berat mengingat kontrak yang belum selesai dan rencana ke depan yang belum tampak jalannya. Keputusan itu seakan diamini alam dengan kondisi badan saya yang drop karena sakit.
Saya yakin, berhenti adalah pilihan terbaik. Allah pasti punya jalan. Sejak itu, saya pulang dari Jakarta dan menikmati diri berstatus ‘penulis blog yang sedang mengedit novel’ dengan pekerjaan sambilan sebagai pembaca buku. Sambil berharap pula dapat segera kembali hidup di Bandung dengan bermodal passion, melanjutkan esdua di negeri impian, mewujudkan sebuah cita-cita untuk berbagi di kampus, dan (youknowwhat, impian setiap gadis).
Jalan yang panjang. Karena setelah saya turunkan menjadi beberapa rencana, butuh waktu yang tidak sebentar untuk mencapai itu semua. Ada banyak persiapan yang harus saya lakukan. Ada banyak belokan sebelum saya sampai pada mimpi-mimpi itu. Itu artinya? Mungkin saya akan menyandang status ‘penulis blog yang sedang mengedit novel dengan pekerjaan sambilan membaca buku’ dalam waktu yang lebih lama. Apakah status itu mengasyikkan? Sebenarnya iya. Tapi nurani selalu berkata tidak. Apalagi posisi sebagai anak pertama dan aaah begitulah. Walaupun orang tua saya tidak terbebani dengan semua itu, tetap saja saya tahu saya harus bergerak memperjuangkan semuanya. Dan saya tahu ini semua harus disertai kesabaran. Ya, kesabaran.
Ujian tidak hanya tentang itu. Melihat teman-teman yang sudah terlihat ‘sukses’ sebagai pekerja kantoran di perusahaan-perusahaan besar Jakarta, mengerjakan ini itu, pun rasanya adalah cambuk tersendiri. Tapi baiklah. Saya sudah memutuskan untuk tidak memilih jalan itu. Saya tahu itu artinya saya harus ekstra meningkatkan kapabilitas diri untuk menempuh jalan ini. Tapi tetap saja, ah manusia. Fiuuuuhh.. Semoga kembali ke Bandung adalah pilihan terbaik. Dan semoga ada jalannya.
Akhirnya saya memutuskan untuk menulis ini, lagi-lagi sebagai pengingat jika suatu saat hampir menyerah. Karena hari ini pun sebenarnya saya hampir menyerah. Namun sebuah telepon dari seorang dosen kesayangan seperti cara Allah berbicara bahwa jalan ini harus terus dilanjutkan. Sebuah jalan untuk menuju belokan selanjutnya terbuka. Entah berapa belokan lagi yang harus saya lalui nanti. Entah berapa kali lagi saya akan hampir menyerah lagi. Dan entah ini semua akan berujung seperti apa. Tercapai atau tidak, saya sudah memperjuangkannya. Bismillaah..

Untuk kalian yang memilih berjalan di passion kalian. Perasaan hampir menyerah itu wajar, tapi jangan pernah sekalipun benar-benar menyerah. Karena yang kita kejar adalah kebahagiaan sejati, maka perjuangan yang kita lakukan pun adalah perjuangan sejati. Maka yang kita lakukan adalah berjuang dan berdoa kepada Penulis Takdir yang sejati. Selamat berjuang, wahai Pejuang Passion!

Rumah,
25 Agustus 2014
13.55

20 thoughts on “Catatan Siang Seorang Pejuang Passion”

    1. Iya mas. Tp rencana nggak menetap di pati, ini mau pindah soalnya. Saran yg menarik. Suwun udah baca mas 🙂

  1. ciiiee..ciiiee..sang pejuang passion! go passion..go passion..go! P-A-S-S-I-O-N..paassssiiioonnn! *suara cempreng cheeleader* 😀
    saya pastikan untuk nyampe kesana akan terjal. itu pasti. jd jangan lupa bawa bekal yg banyak yaaa..bisa bisa ditengah jalan ntar gak ketemu danau lo

      1. eeittss! tapi saya sarankan di awal jangan terlalu banyak ngisi bekalnya juga mba, saya khawatir akan keberatan dan akhirnya gak berangkat deh. kalau bekalnya habis nanti beli aja di warung depan mba :p

      1. Iyaa. Aku jg belum main ke kamu loh. Masih menikmati jakarta kan mbak? Semangaat terus! Nanti semoga ada waktu dolan2..

      2. Aku di rumah Mbak.. eh wa masih nomor yg lama kan? Nanti kita ber-wa yaa. Kalo ke pati bilang2. Kemarin abis ketemu sama supat. Dia jd best student loh. Keren kali teman2 kita ya 🙂

  2. Wah keren, mbak.
    berani resign demi passionnya. Baguslah resign sebelum punya tanggungan yang berujung pada benturan-benturan realitas (istri/suami, anak).

    Semoga sy bisa mengikuti langkah sampean mengejar passion, mbak 😀

    1. Barangkali mungkin keberanian itu muncul karena terpaksa. Hehe. Dulu sakit. Akhirnya berani untuk keluar 🙂

      Semangat semoga dipermudah jalannya..

  3. Emang berat. betul!*tarik napas*
    Who made decision should take the risk.
    But life is about process.
    Mie aja yg instant pake kudu masak aer dulu yak..
    Tetaapp semangaat!! Maacii shariingnyaaa… Strengthen me enough! \°/

Leave a reply to Rambi Cancel reply