Cerita Fiksi

Lupa

lupa

Gadis kecil berusia delapan tahun itu terduduk menangis di mejanya. Beberapa teman perempuannya menatapnya sambil berbisik-bisik. Sementara teman laki-lakinya mengejeknya, “Anak pintar kok nggak ngerjain PR?”. Ia benci tatapan dan ejekan itu. Ia ingin pulang memeluk sang mama. Dengan bahasanya, ia merutuki dirinya sendiri, “kenapa aku harus lupa dan teman-temanku ingat?”, begitu keluhnya.

Ia masih duduk di kursinya ketika teman-temannya istirahat. Tadi ibu gurunya memberi hukuman untuk menulis 1000 kalimat “Aku tidak akan lupa lagi untuk mengerjakan PR” di buku tulis. Entahlah, ia bahkan tak menghitung sudah berapa kalimat yang ia tulis. Pensilnya sudah menumpul dan ia raut berkali-kali. Air matanya ia tahan agar tak melunturi tulisannya. Itu hukuman pertama baginya. Bukankah ia gadis penurut yang selalu patuh pada peraturan? Tapi salahkah kalau hari ini ia lupa? Ia hanya lupa, bukan menyengaja.

Ia benci kenapa Tuhan menciptakan lupa. Baginya, lupa itu selalu merepotkan.

***

Tujuh  tahun kemudian.

Gadis kecil yang dulu amat benci pada kata “lupa” itu kini sudah meremaja. Usianya lima belas tahun. Ia sudah pindah bersekolah di sebuah SMA favorit di kota besar. Berlari jauh meninggalkan SD-nya yang pernah amat menyakitinya. Prestasinya kini cemerlang. Ia menjuarai berbagai kompetisi akademik hingga tingkat nasional. Ia pun aktif di berbagai aktivitas organisasi. Jangan tanya berapa jumlah laki-laki yang menyukainya. Banyak sekali.

Lihatlah, hari ini ia tampil mempesona ketika menjadi dirigen pemandu paduan suara pada upacara peringatan hari Kemerdekaan RI di depan walikota. Semua hadirin memuji kepiawaiannya. Sayang sekali, hari ini, lagi-lagi ia harus bermasalah dengan kata “lupa”. Ia lupa memberi tanda pada gerakan tangannya. Nyanyian “Indonesia Raya” yang seharusnya sudah berhenti masih menggema padahal bendera sudah mencapai ujung tiang. Para peserta paduan suara memberi kode supaya ia memperbaiki gerakan tangannya, tapi ia tak paham. Terjadilah keributan kecil akibat kesalahpahaman itu. Upacara di depan walikota itu pun tak berlangsung mulus. Pelatihnya memarahinya. Teman-temannya menyalahkannya.

Menulis 1000 kalimat “aku tidak akan lupa lagi untuk mengerjakan PR” membuatnya pandai meminimalisir diri supaya tidak mudah lupa. Tapi nyatanya, ia harus mengalami “lupa” itu pada hari yang amat penting baginya. Ia semakin benci kenapa Tuhan menciptakan lupa. Baginya, lupa itu selalu merepotkan.

***

Tiga tahun kemudian. Gadis itu sudah mulai kuliah. Sampai usianya delapan belas tahun, ia masih tidak mengerti mengapa Tuhan harus menciptakan lupa untuk manusia. Merepotkan.

“Hei, sepertinya aku mengenalmu.” Seorang laki-laki yang seusia dengannya memanggilnya ketika ia tengah berdiri di halte menunggu bus kampus.

“Iya?” gadis itu mencoba mengamati wajah sang lelaki dengan seksama. Ia belum mengingat siapa dia, tapi hatinya berdesir tidak karuan. Laki-laki itu berbeda dengan laki-laki mana pun yang pernah ia temui. Oh Tuhan, apa gadis itu jatuh cinta?

“Kamu lupa ya?” kata lelaki itu.

Gadis itu benci dengan pertanyaan itu, “tidak, tidak, aku sudah berjanji tidak akan menjadi pelupa sejak usiaku delapan tahun.”

“Sejak hukuman menulis 1000 kalimat itu ya?” kata sang laki-laki sambil tersenyum.

Gadis itu terkejut.

Bagaimana lanjutan cerita sang gadis? Apa hikmah yang ia dapat dari cerita lupa? Cerita sweet apa menyebalkan ya yang akan dialami bersama lelaki itu? 🙂

Saya mohon maaf karena lanjutan cerpen ini tidak bisa saya publish, tapi insyaAllah akan ada dalam “EPHEMERA”, menyatu bersama belasan kisah hikmah lainnya, menjadi calon buku pertama saya. Saat ini pengerjaannya sudah 80%, cover sudah hampir jadi, dan layout-nya sedang ditata. Ada beberapa cerpen baru yang insyaAllah dapat dinikmati di buku tersebut. Tinggal menunggu rezeki dari Allah saja,  yang saya yakini pasti, bahwa niat baik selalu menemukan jalan. Mohon doa dan dukungannya. Semakin banyak doa, insyaAllah semakin cepat buku ini terbit.

Dan apalah arti sebuah buku tanpa pembaca. Apalah arti blog ini tanpa teman-teman yang setiap hari membahagiakan saya dengan notifikasi di facebook, twitter, email, maupun blog ini. Baik yang hanya mengunjungi, atau yang meninggalkan jejak komentar. Mohon doa agar semuanya diperlancar.

Ditunggu jejak teman-teman ya. Kira-kira ada yang mau ikut pre-order bukunya atau beli nggak ya? Hehehehee.

Ikuti terus informasinya di blog ini, juga di facebook, twitter, dan line azaleav.

Salam semangat!

Terus menulis,

azaleav

21 September 2014

17.27 WLH

Advertisement

19 thoughts on “Lupa”

      1. Gampang lah kalo jogja ini 🙂 insyaa Allah.. add line aja ya. Id: azaleav
        Biar bisa berbagi lebih banyak, Fina..

bagaimana menurutmu? :)

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s