Aku memandangi sebuah buku yang dua tahun ini begitu kuhindari. Buku tentangmu. Aku pernah menulis semuanya untukmu. Cerita-cerita kita. Harapan-harapan kita. Bahkan karenamu pula aku pernah melabeli semua lelaki itu “buaya”, walaupun aku tak yakin apa hubungan buaya dengan kamu, yang meninggalkanku begitu saja sore hari itu. Tanpa kabar lagi.
Hari ini, aku ingin marah sekaligus membanggakan diri di hadapanmu. Hari ketika aku menyebarkan undangan pernikahanku yang tinggal dua minggu lagi. Akan kukirimkan sepaket untukmu dengan buku diary yang berisi semua cerita kita–termasuk transkrip semua janji-janji yang dulu pernah kamu utarakan. Kamu mungkin tak menyangka aku menulis semuanya. Tapi itu gilanya cintaku padamu, saat itu. Yang tiga tahun kemudian berubah menjadi kebencian yang membara.
Hari ini, aku ingin bilang kepadamu bahwa ternyata aku bisa bahagia dengan lelaki lain. Yang bukan buaya. Akan kukembalikan semua janji-janjimu. Ah tapi bukan kamu yang kutemui di rumahmu. Hanya pembantumu yang menunduk memberi sebuah amplop.
“Mas Fatah sekarang tinggalnya di sini, Mbak.” katanya kepadaku. Di depan amplop itu tertulis sebuah alamat.
Atas rasa amarahku, aku memutuskan mencari alamatmu. Dan di sinilah aku sekarang. Di pusaramu. Sore itu kamu ke rumah sakit untuk operasi kanker prostat yang pernah kamu derita–dan aku tak pernah tahu. Operasi itu gagal. Tak ada yang memberitahuku selain pesan di balik amplop alamat yang diberikan pembantumu tadi. Di sinilah aku sekarang. Di pusaramu. Buku diary itu jatuh begitu saja.
Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
Mengharukan… 😥
and then life goes on…
kak lanjutannya ?? ;(
Jika masih tersisa cinta pasti akan sesak di dada, namun jika sudah baik saja maka buku itu tidak jatuh tapi wanita itu akan menaruhnya dengan hati2 sambil berdoa – semoga kita sama – sama bahagia. *eaaaa komentar yang sok tahu*
nice post !
Di cerita ini, si perempuan bencinya berkobar, dia tidak sadar benci itu yg menjadikan cintanya hanya kamuflase.
A true analysis fika 😉
Seketika tangis mengguyur melebihi luapan tsunami aceh, begitu saja dan begitu menyakitkan. satu detik dua detik, dan aku tak sanggup melanjutkan detik berikutnya…
🙂
Bagus, bener bener ngga terduga
Keren, bene bener ngga terduga