Fiuhhhh. Begitulah leganya aku ketika rumah sudah bersih, anak-anak tidur dan mereka sudah makan, semua urusan rumah beres dan target harianku selama puasa terpenuhi. Eh tunggu, terpenuhi?
Ternyataaaa, jauh, Pemirsa. Target bacaan Qur’an belum maksimal, hari ini gatot nulis sesuai tema, dan diuji banget dengan aktivitas anak-anak seharian. Rasanya kuingin marah melampiaskan tapi kuhanyalah sendiri di sini, lah malah nyanyi.
Tulisan ketiga hari ini harusnya ada temanya sesuai challenge yang aku ikuti. Iya, aku sedang mengikuti tantangan 30 hari menulis blog. Tidak tanggung-tanggung, aku mengikuti dua event dari dua komunitas sekaligus, dari @bloggerperempuan dan @bloggersumut. Terkadang satu tulisan bisa untuk dua event itu sekaligus, tapi jiwa perfeksionis dalam diriku sering memberontak ingin menulis dua topik yang berbeda. Apalagi untuk @bloggerperempuan temanya ditentukan.
Nah sayangnya, tema yang sudah kusiapkan untuk hari ketiga ini gagal aku eksekusi karena aku kehilangan struk pembelian produk yang akan diulas. Bete? Banget. Iya sih sebenarnya tetap bisa lanjut challenge tanpa ikut event produk ini, atau bisa aja beli kagi produknya, tapi entah kenapa aku jadi berpikir lain.
Setelah mencari struk dari kolong meja sampai tong sampah dan tidak ketemu juga, aku memutuskan untuk mengepel lantai, sekalian menyalurkan energi kesal karena struk itu hilang. Sepanjang ngepel lantai, aku istighfar sambil merenungi tulisanku kemarin tentang prasangka baik. Iya, boleh jadi, kejadian tidak enak hari ini adalah sinyal Allah, yang nanti akan membawa hal baik untukku.
Aku pun terus berpikir hingga entah kenapa ada hawa dingin mengalir di dadaku yang tadi sempat panas penuh oleh rasa kesal.
Ya Allah, kenapa dengan aku tiga hari ini? Kenapa mudah sekali kesal?
Iya, puasa ini, rasanya bukan lapar dan haus yang begitu mengganggu, tapi egoisme dan perfeksionis yang ada dalam diriku yang membuat aku mudah sekali lelah. Lelah karena mau semuanya sempurna sementara diri juga memiliki keterbatasan. Aku mau bisa baca Quran banyak, ibadah banyak, ngurus dua anak balita, rumah bersih, masak dan kerjaan rumah lainnya beres, upload dua tulisan tiap hari, dan semua selesai dengan ceria. Padahal aku sendirian. Ditambah kondisi dua anak yang lagi begitulah. Hahaha. Hahaha.
Bisa? Bisa. Tapi ya itu tadi, rungsing aku tuh. Malemnya udah lelah. Nggak sempet couple time sama suami. Sama anak-anak juga sebatas kasih makan, nemenin tidur. Badanku ada tapi pikiranku mikirin target yang nggak tercapai. Apalagi kalau tema tulisannya di luar wilayah kekuasaan aku, jadi pusing mikirnya karena butuh waktu lagi buat riset dan lain-lain, sementara aku nggak mau upload tulisan yang ya sekadarnya pokoknya jadi. Nggak plong rasanya. Bisa sih. Tapi ya gitu doang, nggak ada rasa bahagianya setelah nulis. Sementara untuk riset dan lain-lain untuk sekarang ini, butuh energi lebih.
Memang terkadang sulit sih mencari batas kapan kita harus menyerah dan kapan kita harus lanjut berjuang.
Tapi, dengan semua kondisi di atas, dan setelah tiga hari ini mencoba, aku kembali berpikir dan menentukan prioritas. Aku akhirnya beneran belajar banget buat lemesin.
Aku lebih bertanya, ini aku nulis dan bikin target ini itu untuk apa? Untuk siapa?
Sementara aku punya prinsip, menulis itu harus bisa bikin bahagia diri sendiri. Buat aku menulis itu terapi. Ada sensasi plong yang kita rasakan setelahnya. Ada beban yang serasa hilang. Ada suara yang kusampaikan. Ada kepuasan setelah membagikannya.
Setelah deep talking sama diri sendiri, aku mencoba melepaskan semua ego dan akhirnya menentukan prioritasku. Dengan masih sedikit menyesal tapi sadar penuh, aku memutuskan untuk ikut satu challenge saja, yaitu dari @bloggersumut. Kali ini aku nggak mikir hadiah, nggak mikir traffic, nggak mikir apa-apa, aku mau enjoy nulisnya. Aku mau menikmati Ramadhan dan mengambil hikmahnya lalu menuangkan lewat tulisan. Aku mau tulisanku jadi ibadah. Terserah dibaca sedikit atau banyak orang. Terserah traffic blognya bagus apa nggak.
Aku menulis agar aku mencari hikmah apa yang kudapatkan hari ini. Dan itulah yang insyaAllah akan kubagi dalam 30 hari ini.
Akan ada waktunya aku menulis tema tertentu yang mana aku perlu riset lebih banyak atau belajar lagi. Tapi mungkin bukan sekarang momennya. Aku udah menentukan kalau media risetku untuk momen ini adalah apapun yang terdapat hikmah di dalamnya, tidak berbatas tema.
Merasa gagal? Iya. Jujur aku masih mau bisa semuanya. Tapi kita juga harus sadar kan? Aware sama sinyal diri sendiri.
Oh ya, tulisan ini personal dan tidak bisa disamakan kondisi setiap orang. Bisa jadi, untuk orang lain, ini bukan waktunya untuk menyerah.
Aku sendiri juga nggak menyerah sih, tapi lebih memilih mana hal yang akan aku fokuskan.
Dan inilah hikmah yang kubagi di hari ketiga ini, tentang menakar kemampuan diri, berprasangka baik, proses menulis dan berdamai dengan ketidaksempurnaan. Semoga kamu bisa mengambil hikmahnya.
Bismillah. Sampai jumpa di tulisan berikutnya. Semoga terus konsisten 30 hari ini..
Medan, 8 Mei 2019
16.28