Hafiz:
Kamu, apakah juga tersedak dengan semua kata yang kita gantung di pangkal tenggorokan kita masing-masing? Atau sudah menelannya? Menjadikan kisah ini tidak ada?
Hasna:
Aku ingin mengenangmu. Mengingat setiap detail waktu yang pernah kita jalani bersama, juga perpisahan yang kita lalui tanpa salam perpisahan. Izinkan aku menganalisis setiap jengkal peristiwa yang menyisakan ribuan pertanyaan di kepalaku. Barangkali aku bisa menemukan jawabannya setelahnya.
Hafiz berhenti menghubungi Hasna sejak mereka lulus SMA. Hasna sendiri memilih menjauhi Hafiz sejak ia memilih mengenakan jilbab. Kehidupan mereka berubah. Tak ada lagi obrolan-obrolan konyol yang biasanya rutin memenuhi inbox keduanya. Belum lagi jarak dan kesibukan yang memang memisahkan. Hafiz sibuk kuliah di Fakultas Kedokteran di Jogja, sementara Hasna disiplin belajar di salah satu perguruan tinggi ikatan dinas di Jakarta. Keduanya komitmen belajar dan tenggelam dalam aktivitas masing-masing. Satu yang sama: mereka berprinsip tak akan pacaran.
Empat tahun berlalu. Cerita mereka seakan tak pernah ada. Tapi teka-teki di antara mereka masih belum terjawab. Meminta diurai.
Ini tentang penantian dua orang tanpa kepastian, saling menerka dalam tanya, ingin bergerak tapi belum berani bertanggung jawab, ingin melepaskan tapi terbelenggu oleh sesaknya rindu dan cemburu. Ini tentang perjuangan dan keikhlasan. Ini tentang kisah yang menyimpan teka-teki. Ini teka-teki rasa
Buku ini bisa dibeli di bukku.id