Dulu sekali, saat masih memegang amanah di organisasi, saya sering merindukan para alumni. Terlebih saat tahun terakhir kepengurusan, saat kita menjadi “kakak tertua” dan mereka yang kita panggil “kakak” telah pergi ke berbagai belahan kota untuk melanjutkan kehidupan masing-masing. Ingin rasanya bercerita kepada mereka saat adik-adik mengeluh atau saat masalah yang kami hadapi terasa begitu berat. Ingin sekali mereka ada seperti dulu saat kami masih menjadi staf. Dibimbing, diajari, walaupun tak jarang dikritik. Melalui pesan whatsapp, sms, atau media apapun, tak jarang pesan ini terucap, “Teteeeeh/Kakaaak kapan ke Bandung? :(” lengkap dengan emoticon sedih. Bukan sedih yang dibuat, apa adanya.
Saya ingat sekali di akhir kepengurusan, kami mengalami banyak problem. Walaupun hanya melalui telepon, mereka bersedia mendengarkan cerita kami. Entah bagaimana cara mereka meluangkan waktu. Tapi didengarkan dan dinasihati begitu terasa menenteramkan. Bahkan mereka pun menghubungi kami, menawarkan solusi, walaupun raga mereka tak dapat hadir. Begitulah, para alumni adalah kakak yang akan selalu dirindukan. Tak jarang kerinduan itu kadang begitu egois.
Ya, dulu sekali, saya selalu berharap alumni masih dan akan selalu ada di sekitar kami. Meluangkan segenap jiwa untuk kami. Saya lupa bahwa kehidupan berputar. Dan sekarang, putaran itu pun membuatku sampai di titik ini: menjadi alumni. Continue reading “Menjadi Alumni”